Pendidikan Zaman Now: Asah HOTS Anak SD Lewat Drama Musikal yang Seru dan Edukatif
Pementasan drama musikal bertajuk “Transisi PAUD ke SD” yang diselenggarakan pada Rabu, 14 Mei 2025, oleh Komunitas Teman-Teman Tubaba menjadi salah satu bentuk kegiatan dari penelitian Universitas Pendidikan Indonesia yang diketuai oleh Dr. phil. Leli Kurniawati, S.Pd., M.Mus., dengan judul “Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Melalui Implementasi HOTS dalam Drama Musikal.” Penelitian ini bertujuan mengembangkan pendekatan-pendekatan pembelajaran inovatif dalam menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) sejak dini, khususnya melalui seni pertunjukan yang adaptif dan menyenangkan bagi anak-anak.
Dalam sambutannya, Dr. phil. Leli Kurniawati, S.Pd., M.Mus., selaku Ketua Peneliti sekaligus Kepala Pusat Kajian Gender dan Anak LPPM UPI , menekankan bahwa pengenalan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills atau HOTS) sebaiknya dimulai sejak usia dini. Ia menyampaikan bahwa pengembangan HOTS tidak selalu harus melalui kegiatan akademik yang formal, tetapi juga dapat diintegrasikan melalui media seni, salah satunya drama musikal. Menurutnya, kegiatan seperti ini memberikan ruang bagi anak untuk berpikir secara kritis dan kreatif, bukan sekadar menghafal peran. “Lewat drama musikal, anak diajak memahami makna cerita, menggali pesan moral, dan menyampaikan ekspresi diri secara utuh. Ini menjadikan seni pertunjukan sebagai metode pendidikan yang tidak hanya menarik, tetapi juga sangat bermakna,” jelasnya.
Mengusung cerita tentang perjalanan seorang anak yang memulai jenjang pendidikan dasar, pertunjukan ini menyajikan dinamika emosi yang kompleks, mulai dari rasa cemas, semangat, hingga harapan. Anak-anak tidak hanya berperan sebagai aktor, tetapi juga turut memahami narasi, merespons konflik, dan mengekspresikan gagasan mereka secara kolektif. Melalui proses latihan dan pementasan, peserta dilatih untuk mengasah kemampuan berpikir analitis dan kreatif. Mereka diajak mengeksplorasi makna cerita, mengambil keputusan dalam alur, dan bekerja dalam tim. Seluruh proses ini mendukung pengembangan kemampuan kognitif yang menjadi fokus utama dalam pendekatan HOTS.
Rangkaian acara tidak berhenti pada pertunjukan. Setelah pementasan, diselenggarakan sesi diskusi terbuka yang melibatkan guru, orang tua, dan para peneliti. Sesi ini membahas nilai-nilai pedagogis yang terkandung dalam kegiatan seni serta bagaimana metode tersebut dapat diadopsi lebih luas dalam pembelajaran formal. Diskusi berlangsung hangat, dengan berbagai pandangan yang menyoroti pentingnya pendekatan holistik dalam pendidikan dasar. Para peserta anak-anak juga diajak mengikuti simulasi metode pembelajaran berbasis HOTS melalui drama musikal interaktif dan eksplorasi cerita yang dikembangkan dari pementasan.
Respons dari para peserta sangat positif. Banyak orang tua yang mengungkapkan kebanggaan melihat anak-anak mereka tampil di depan umum dengan percaya diri, sementara para guru menyatakan bahwa pendekatan seperti ini sangat relevan untuk memperkaya metode mengajar yang lebih kontekstual dan menyenangkan. Anak-anak pun terlihat menikmati setiap tahap dalam kegiatan ini, dari proses latihan hingga tampil di atas panggung, yang secara tidak langsung membentuk keberanian dan kemampuan komunikasi mereka.
Kegiatan ini menjadi contoh nyata bagaimana seni pertunjukan dapat bersinergi dengan pendidikan berbasis riset. Drama musikal bukan hanya media hiburan, tetapi sekaligus wahana eksperimen pedagogis yang mengedepankan pengalaman belajar yang aktif, reflektif, dan transformatif. Melalui kolaborasi antara komunitas, pendidik, dan peneliti, kegiatan ini menunjukkan bahwa menumbuhkan keterampilan berpikir kritis sejak dini bukan hanya mungkin, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan bermakna.